Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) Kupang menjelaskan bahwa wacana wisata halal bukan paham teologi agama tertentu yang harus ditakuti oleh pemeluk agama.
Konsep pariwisata halal merupakan lokomotif yang identik dengan keyakinan dan agama tertentu, katakanlah dalam hal ini adalah agama Islam.
Hasnu Ibrahim, selaku ketua umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ( PMII ) Kupang menjelaskan bahwa setiap agama memiliki takaran tertentu dalam menafsirkan kata Halal dan Haram.
Haram bagi ummat Islam adalah sesuatu hal yang memang telah dilarang dalam ayat suci Al-Qur'an, begitupun dengan konsep halal.
Halal merupakan sesuatu yang bersifat tidak ada larangan dan batasan.
Apabila kita membedah terkait wacana pariwisata halal yang sedang diperdebatkan oleh publik Nusa Tenggara Timur ( NTT ) maka bagi PMII adalah sesuatu yang berlebihan.
Karena terjadinya suatu pendasaran yang agak berlebihan dalam menafsirkan akan kata Halal.
Halal bukanlah ajaran tertentu, tapi halal adalah suatu upaya dalam memberikan edukasi kepada publik terkait hal berikut :
Pada dasarnya Pariwisata merupakan sumber daya open acces. Artinya bahwa, siapapun dapat menikmati akan pesona keindahan dari suatu wisata, selama tidak menggangu/ mengedar / atau aktifitas lainnya yang dapat merugikan orang lain.
Sekilas bernarasi : Apakah konsep pariwisata halal melanggar pasal 1 angka 3 *Undang-undang No 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan* ?
Apakah hak etis dan tidak pantas jika dasarnya utk mengatur hal open acces dlm dunia kepariwisataan, misalkan dlm konsep pariwisata hal berikut : Tersedianya fasilitas yg layak untuk bersuci, tersedia fasilitas yg mudah utk beribadah, tersedia makanan dan minuman yg halal, fasilitas dan suasana yg aman, nyaman, untuk kebutuhan keluarga dan bisnis, terjaga kebutuhan sanitasi dan Kebersihan.
Apakah dasar dari wacana Kemenpar diatas melanggar ajaran tertentu ?
Apakah wacana Kemenpar diatas mengajak agama tertentu, ataukah agar agama tertentu dibatasi hak nya sebagai tourism dalam menikmati pesona alam Indonesia ?
Dalam satu referensi menjelaskan tentang jenis-jenis pariwitasa : ada pariwisata konvensional dan ada pariwisata halal.
Dalam analisa saya bahwa kita sedang terkooptasi pada suatu narasi besar yakni : adanya gerakan radikalisme, Intoleransi dan issue murahan lainnya yang sejagat bangsa sedang takut dan galau.
Sehingga tidak mengherankan, jika pariwisata halal pun akan kita kaitkan dengan adanya suatu gerakan yang membuat tali persatuan dan persaudaraan kita sesama anak bangsa dapat retak alias putus.
Perlu saya tegaskan kembali, dalam menafsirkan wisata halal jangan terlalu berlebihan, ibarat wisata halal ini suatu gerakan teologi Keagamaan tertentu yang mencoba untuk mengajak pemeluk agama lain.
Wisata halal bertujuan untuk membatasi suatu kemungkinan yang akan berdampak pada generasi Nusa Tenggara Timur yang akan datang, misalkan : pariwisata akan menjadi tempat perjudian, pariwisata akan menjadi tempat prostitusi, pariwisata akan menjadi tempat kejahatan lainnya. Tentu kita semua bersepakat apabila provinsi ini akan menjadi suatu provinsi yang multikultural.
Satu hal yang perlu untuk dicatat bahwa agama dan kebudayaan apabila dikawinkan akan melahirkan istana peradaban, jadi tidak ada masalah dengan unsur keagamaan dan budaya kita di Nusa Tenggara Timur apabila diterapkan konsep pariwisata halal, justru akan jauh lebih baik.
PMII KUPANG menegaskan kepada pemerintah provinsi NTT agar jangan hanya sensasional dalam memberikan komentar kepada publik.
Akibat dari cuplikan Video yang beredar atas komentar gubernur NTT maka publik Nusa Tenggara Timur sangat galau dan resah, seolah-olah ada suatu gerakan yang merampas hak kita dalam berkeyakinan.
Pemerintah provinsi NTT harus fokus kepada upaya pengentasan kemiskinan culture dan struktural yang menjangkit di provinsi ini.
Ada hal yang lebih prioritas dan ber substansi yang harus dikerjakan oleh pemerintah provinsi NTT.
Comments
Post a Comment